Halaman

Selasa, 20 September 2011

Pancasila itu Sosialis

Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang hari Kesaktian Pancasila pada akhir pekan di bulan Mei 2011 lalu, mengadakan rapat koordinasi dengan sejumlah petinggi negeri untuk merevitalisasi nilai Pancasila. Dengan kata lain, diakui atau tidak, nilai Pancasila memang telah luntur di negeri ini. Serangkaian peristiwa sosial, politik, hukum, dan budaya mengindikasikan hilangnya semangat Pancasila. Konflik horizontal antar kelompok merupakan bias ‘mati suri-nya’ semangat Pancasila yang menjunjung tinggi toleransi dan saling menghormati antar sesama. Tentu saja tanpa memperdulikan suku, ras, dan agama. Saya tidak ingin mempermasalahkan implementasi Pancasila yang luhur dari jiwa bangsa ini. Justru saya ingin melihat ‘jiwa’ Pancasila itu sendiri yang konon lahir dan merupakan esensi karakter masyarakat Indonesia. Sehingga Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara oleh para founding fathers. Lantas apa hubungannya dengan sosialisme seperti saya sebut dalam judul catatan ini? Mengapa saya menyandingkan dua variabel yang sangat debatable itu?


Agar tidak terjadi kesalah-fahaman, perlu kiranya kita mengerti ihwal sosialisme di Indonesia. Bahwa cikal bakal pemikiran sosialisme pertama kali dibawa oleh intelektual Belanda, yakni Sneevliet dan sejumlah teman-temannya yang mendirikan ISDV di tahun 1920-an. Sebagai gerakan pemuda yang radikal, tentu Pemerintah Hindia Belanda merasa gerah dengan gerakan ISDV yang semakin diminati kaum muda revolusioner. Apalagi situasi sosial yang ‘sakit’ secara ekonomi dan politik membuat ISDV semakin diminati. Geliat pemikiran Sneevliet yang sangat sosialis pun mewarnai kalangan intelektual kita.

Varian gerakan pun muncul bak jamur di musim hujan. Sebut saja Serikat Indonesia (SI) yang juga berpaham sosialis yang sudah tentu mengusung gagasan Karl Marx dan Friederic Engel. Sebuah gagasan yang terdorong atas buruknya situasi ekonomi dan politik ketika itu. Sistem monopoli Pemerintah Hindia Belanda telah menggerus daya hidup masyarakat Indonesia. Kelaparan, kemiskinan, pengangguran terjadi di hampir seluruh wilayah negeri ini. Gagasan sosialis mencoba memberi wacana akan pentingnya perbaikan nasib secara menyeluruh. Bahwa potensi bangsa yang plural harus dikelola menjadi modal dasar pembangunan.

Anasir Sosialis
Lantas apa hubungan antara Sosialis dengan Pancasila? Pancasila sebagai dasar negara merupakan manivestasi dari keberagaman masyarakat Indonesia. Pancasila diharapkan mampu menjadi medium pemersatu perbedaan tersebut. Sebagai medium pemersatu tentu saja spirit egalitarian anasir utama mencapai kesepahaman dalam perbedaan. Wacana sosialis merupakan diskursus kesetaraan yang meninggikan kebersamaan. Seperti diungkapkan Marco Kartodikromo, seorang jurnalis dan penulis, bahwa konsep sama rata-sama rasa menjadi esensi sosialisme Indonesia.

Ketika ada persamaan perasaan dan pemerataan secara sosial maka toleransi dan gotong royong akan muncul sebagai perilaku utama. Sosialisme Indonesia merupakan konsep sosial yang menjunjung nilai kebersamaan demi mengatasi keterpurukan. Tidak adanya monopoli oleh komunitas tertentu merupakan ciri masyarakat sosialis. Negara hanya membuat regulasi saja agar keseluruhan potensi masyarakat bisa berkembang demi kemakmuran masyarakat itu sendiri. Di dalam sosialisme ada kesetaraan dan kebersamaan yang meniadakan perbedaan. Inilah Pancasila!

Sayangnya, sosialisme di Indonesia  seperti halnya komunisme telah menjadi korban sejarah. Oknum politikus tertentu sengaja ‘memperalat’ gagasan sosialis (dan komunis) menjadi gagasan yang sangat radikal dan merusak sendi ketatanegaraan. Ingat bagaimana Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi medium utama petualang politik ketika itu. Hingga hasilnya, PKI menjadi partai yang revolusioner serta mengundang phobia nasional. Sebenarnya, gagasan sosialis dan komunis hanyalah gagasan ekonomi sebagai upaya ‘keluar’ dari keterpurukan secara ekonomi dan politik saat itu. Tapi gagasan itu pun diselewengkan dengan memanfaatkan kemiskinan serta keterpurukan politik pada masanya.

Kembali kepada tema utama, Pancasila sejatinya adalah resume dari gagasan kebersamaan dalam keberagaman. Hal tercermin dalam Bhineka Tunggal Ika yang menjadi spirit pluralisme Indonesia. Nilai Ketuhanan merupakan keharusan demi terciptanya tertib tata peribadatan. Sedangkan kemanusiaan adalah pengejawantahan kesetaraan martabat dan persatuan Indonesia adalah perwujudan rasa nasionalisme yang percaya potensi sendiri. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat menunjukkan keinginan tidak adanya monopoli oleh kelompok tertentu. Sila keadilan sosial mengindikasikan makna ‘sama rasa-sama rasa’ yakni adil dalam kesempatan memperoleh perbaikan ekonomi. Akhirnya kesejahteraan sosial bisa tercapai.

Nah! Anasir sosialis yang mengedepankan kegotongroyongan serta kebersamaan demi tercapainya perbaikan nasib ternyata tersirat dalam Pancasila kita. Jadi tidak berlebihan kiranya jika saya sebut seorang Pancasilais itu adalah sosialis. Sosialisme Indonesia!